Kamis, April 08, 2010

DIAGNOSA PEnyakit PERiodontal

TINJAUAN PUSTAKA

Keberhasilan suatu rencana perawatan tergantung pada penegakan diagnosis penyakit yang tepat. Diagnosis berasal dari bahasa Yunani, yaitu gnosis yang berarti pengetahuan dan dia yang berarti melalui (Rose dkk, 2004). Diagnosis adalah identifikasi suatu penyakit atau suatu keadaan dengan memperhatikan tanda dan gejala dan menentukan asal muasalnya (Harty dan Ogston, 1995). Untuk menegakkan suatu diagnosa, seorang dokter gigi harus mengumpulkan semua keterangan baik dari pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif. Semua keterangan yang ada kemudian dipilih dan diasimilasikan menjadi rencana perawatan yang komprehensif. Menurut Carranza (1990), diagnosis penyakit periodontal terdiri dari analisis sejarah kasus dan evaluasi tanda dan gejala klinis, sebagai hasil dari beberapa pemeriksaan (misalnya, evaluasi dengan probe, pemeriksaan kegoyahan gigi, radiografi, tes darah, biopsi) untuk mengidentifikasi masalah pasien. Diagnosis periodontal menentukan penyakit pada saat itu, mengidentifikasi jenis penyakitnya, dan menyediakan pemahaman proses dasar penyakit dan penyebabnya. Diagnosis disusun dengan sistematik dan teratur untuk tujuan tertentu. Suatu diagnosis tidaklah cukup dari pengumpulan fakta. Kepingan – kepingan temuan harus disatukan sehingga menjadi penjelasan masalahperiodontal pasien. Pemeriksaan gigi menggunakan sistem komputer yang

menggunakan resolusi grafis yang tinggi dan teknologi aktivasi suara telah dikembangkan sehingga memudahkan penerimaan dan perbandingan data (Carranza, 1990). Pada akhirnya, diagnosis penyakit periodontal yang tepat dapat

menentukan prognosis dan rencana perawatan yang baik. Secara umum prosedur diagnosa dapat dibagi menjadi empat bagian, antara lain: (1) melakukan anamnesa dan mencatat riwayat pasien, (2) melakukan pemeriksaan terhadap pasien (pemeriksaan fisik dan laboratorium), (3) Evaluasi dari hasil anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium yang akan menuntun ke arah perumusan suatu diagnosa, (4) Penilaian resiko medis untuk pasien-pasien gigi (Lynch dkk, 1992). Menurut Carranza (1990), suatu diagnosis penyakit periodontal dapat ditegakkan melalui diagnosis klinis, radiografi, dan teknik lanjutan.

DIAGNOSIS KLINIS

Kunjungan pertama

Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai

beberapa hal seperti:

1. Penilaian pasien secara keseluruhan

Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional

pasien, tabiat, sikap, dan umur fisiologi (Carranza, 1990).

2. Riwayat sistemik

Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong operator dalam hal (1) diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2) penemuan kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi respon jaringan periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan kondisi sistemik yang membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi dalam perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut: a. Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter; jika iya, tanyakan asal, durasi penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan dosis dan durasi terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid.

b. Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung kongenital,hipertensi, angina pectoris, myocardial infarction, nefritis, penyakit ginjal, diabetes, dan/atau pingsan.

c. Kecendrungan perdarahan yang abnornal seperti hidung yang berdarah, perdarahan yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan, kecendrungan terhadap memar yang berlebihan, dan perdarahan menstruasi yang berlebihan.

d. Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di rumah atau di kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.

e. Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.

f. Riwayat alegi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan, atau sensitif terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide, antibiotik, prokain, dan laxatives atau terhadap bahan dental seperti eugenol atau resin akrilik.

g. Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan menstrual

atau hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.

3. Riwayat kesehatan gigi

Pada saat mencari riwayat kesehatan gigi, praktisi mendapat kesempatan untuk menulai perilaku pasien, membangun hubungan, danmempelajari penyakit gigi yang telah lalu serta responya terhadap perawatan. Juga penting untuk mengetahui cara pemeliharaan kebersihan mulut yang selama ini dilakukan oleh pasien di rumah yang mencerminkan pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi (Fedi dkk, 2005). Menurut Carranza (1990), pada saat pengumpulan riwayat kesehatan gigi, harus ditanyakan pula keluhan utama pasien. Gejala pasien dengan penyakit gingival dan periodontal berhubungan dengan perdarahan pada gusi, spacing pada gigi yang sebelumnya tidak ada, bau mulut, dan rasa gatal pada gusi yang dapat berkurang melalui pencungkilan dengan tusuk gigi. Selain itu juga terdapat rasa nyeri dengan variasi tipe dan durasi, misalnya konstan, tumpul, gnawing pain, rasa nyeri yang tumpul setelah makan, rasa nyeri yang dalam rahang, rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif terhadap panas dan dingin, sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif terhadap udara yang dihirup. Riwayat dental harus meliputi acuan seperti:

a. Kunjungan ke dokter gigi meliputi frekuensi, tanggal terakhir kunjungan,

dan perawatannya. Profilaksis oral atau “pembersihan” oleh dokter gigi –

frekuensi dan tanggal terakhir dibersihkan.

b. Menyikat gigi – frekuensi, sebelum atau sesudah makan, metode, tipe sikat

gigi dan pasta, serta interval waktu digantinya sikat gigi.

c. Perawatan ortodontik – durasi dan perkiraan waktu selesai.

d. Rasa nyeri di gigi atau di gusi – cara rasa nyeri terpancing, asal dan

durasinya, dan cara menghilangkan rasa nyeri tersebut.

e. Gusi berdarah – kapan pertama kali diketahui; terjadi spontan atau tidak,

terjadi saat sikat gigi atau saat makan, terjadi pada malam hari atau pada

periode yang teratur; apakah gusi berdarah berhubungan dengan periode

menstruasi atau faktor spesifik; durasi perdarahan dan cara

menghentikannya.

f. Bau mulut dan daerah impaksi makanan

g. Kegohayan gigi – apakah terasa hilang atau tidak nyaman pada gigi?

Apakah terdapat kesulitan pada saat mengunyah?

h. Riwayat masalah gusi sebelumnya

i. Kebiasaan – grinding teeth atau clenching teeth pada malam hari atau

setiap waktu. Apakah otot gigi terasa sakit pada pagi hari? Kebiasaan

lainnya seperti merokok, menggigit kuku, dan menggigit benda asing.

4. Survey radiografi intraoral

Survey radiografi minimum terdiri dari 14 film intraoral dan 4

bitewing posterior. Survey lengkung gigi dan struktur sekitarnya dapat dilihat

dengan mudah melalui radiograf panoramik. Radiograf panoramik

menyediakan gambar radiografi keseluruhan yang informatif untuk melihat

distribusi dan keparahan kerusakan tulang pada penyakit periodontal, namunfilm intraoral yang lengkap dibutuhkan untuk diagnosis periodontal dan

rencana perawatan.

5. Cetakan rahang

Cetakan rahang berguna sebagai bantuan visual dalam diskusi dengan pasien

dan berguna untuk perbandingan antara sebelum dan sesudah perawatan

maupun untuk acuan pada kunjungan check-up (Carranza, 1990).

6. Foto klinis

Foto tidaklah begitu penting, namun foto berguna untuk merekam tampilan

jaringan sebelum dan setelah perawatan (Carranza, 1990).

7. Peninjauan kembali pemeriksaan awal

Kunjungan kedua

1. Pemeriksaan rongga mulut

Menurut Carranza (1990), pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene,

bau mulut, pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah

bening.

Oral hygiene

Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat

akumulasi debris makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi.

Pemeriksaan jumlah kualitatif plak dapat membantu menegakkan diagnosis.

Bau Mulut

Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma menyengat yang berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu dalam menegakkan diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakitpenyakit tertentu, dan dapat berasal dari faktor lokal maupun ekstraoral. Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal dari impaksi makanan diantara gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG), dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi atau pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah diidentifikasi. Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari penyakit atau struktur yang berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis, atau tonsillitis; penyakit pada paru-paru dan bronkus; dan bau yang dikeluarkan melalui paru-paru dari substansi aromatik dalam aliran darah seperti metabolit dari infus makanan atau produk eksretori dari metabolisme sel.

Pemeriksaan Rongga Mulut

Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum, dan daerah oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil pemeriksaan tidak berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter gigi harus mendeteksi perubahan patologis yang terjadi. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai respon episode infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik. Kelenjar yang inflamasi menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak bergerak. Acute herpetic gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut menghasilkan pembesaran kelenjar getah bening.

2. Pemeriksaan gigi

Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah kariesnya, perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting, hipersensitifitas, dan hubungan kontak proksimal.

Wasting disease of the teeth

Wasting diartikan sebagai pengurangan substansi gigi secara berangsur-angsur yang terkarakteristik oleh pembentukan permukaan yang halus, dan mengkilat. Bentuk dari wasting adalah erosi, abrasi, dan atrisi. Erosi adalah depresi berbentuk baji pada daerah servik permukaan fasial gigi. Abrasi adalah hilangnya substansi gigi yang disebabkan oleh penggunaan mekanis mastikasi. Atrisi adalah terkikisnya permukaan oklusal akibat kontak fungsional dengan gigi antagonis.

Dental Stains

Dental stains adalah deposit yang terpigmentasi pada gigi. Dental stain harus diperiksa dengan teliti untuk menentukan penyebabnya.

Hipersensitifitas

Akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva menjadi sensitif terhadap perubahan suhu atau stimulasi taktil. Pasien sering menunjuk langsung lokasi yang sensitif. Hipersensitifitas dapat diketahui melalui eksplorasi dengan probe atau udara dingin.

Hubungan kontak proksimal

Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini dapat dicek melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss. Kegoyahan gigi Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:

i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalambatas ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi viskoelastisitas ligamen periodontal dan redistribusi cairan peridontal, isi interbundle, dan fiber. Pergerakan inisial ini terjadi dengan tekanan sekitar 100 pon dan pergerakan yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm (50 hingga 100 mikro)

ii. ii. Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal. Ketika mahkota diberi tekanan sebesar 500 pon maka pemindahan yang terjadi sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90 mikro untuk caninus,8-10 mikro untuk premolar dan 40-80 mikro untuk molar.

Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang dengan kuat diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan diberikan sebuah usaha untuk menggerakkannya ke segala arah (Carranza, 1990). Pada gambar dibawah ini, peningkatan kegoyangan gigi ditentukan dengan memberikan gaya 500 g pada permukaan labiolingual dengan menggunakan dua instrumen dental (Rateitschak dkk, 1985).

Menurut Fedi dkk (2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :

i. Derajat 1 – kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal

ii. Derajat 2 – kegoyangan gigi sekitar 1 mm

iii. Derajat 3 – kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi

dapat ditekan ke arah apikal.

Kegoyangan gigi yang patologis terutama disebabkan oleh (1) infamasi gingiva dan jaringan periodontal, (2) kebiasaan parafungsi oklusal, (3) oklusi prematur, (4) kehilangan tulang pendukung, (5) gaya torsi yang menyebabkan trauma pada gigi yang dijadikan pegangan cengkraman gigi, (6) terapi periodontal, terapi endodontik, dan trauma dapat menyebabkan kegoyahan gigi sementara (Fedi dkk, 2004).

Trauma dari oklusi

Trauma dari oklusi mengacu pada luka jaringan yang diakibatkan tekanan oklusal. Tanda pada jaringan periodontal yang dicurigai sebagai akibat adanya trauma dari oklusi antara lain: kegoyangan gigi yang berlebihan; pada gambar radiografi terlihat jarak periodontal yang melebar; kerusakan tulang vertikal atau angular; poket infraboni; dan migrasi patologis, terutama pada gigi anterior. Tanda lainnya yang dicurigai adanya hubungan oklusal yang abnormal adalah migrasi gigi anterior yang patologis (Carranza, 1990).

Migrasi gigi yang patologis

Kontak prematur pada gigi posterior yang membelokkan mandibula ke arah anterior ikut berperan serta terhadap rusaknya periodonsium gigi maksila bagian anterior dan terhadap migrasi patologis. Migrasi patologis gigi anterior pada orang muda mungkin sebagai tanda adanya localized juvenileperiodontitis (Carranza, 1990).

Sensitifitas terhadap perkusi

Sensitifitas terhadap perkusi merupakan ciri adanya inflamasi akut pada ligamen periodontal. Perkusi yang keras pada gigi dengan sudut yang berbeda terhadap aksis gigi membantu menentukan lokasi yang terlibat inflamasi (Carranza, 1990).

Kedaan gigi pada saat rahang tertutup Pemeriksaan keadaan gigi pada saat rahang tertutup tidak memberikan informansi seperti saat pemeriksaan rahang ketika berfungsi, namun pemeriksaan ini dapat menunjukkan kondisi peridontal. Gigi yang tersusun secara ireguler, gigi yang ekstrusi, kontak proksimal yang tidak tepat, dan daerah impaksi makanan merupakan faktor yang mendukung akumulasi

bakteri plak. Misalnya pada kasus hubungan open bite, dimana terdapat celah yang abnormal antara maksila dan mandibula. Kurangnya pembersihan mekanis oleh jalan lintas makanan, dapat menyebabkan akumulasi debris, pembentukan kalkulus, dan ekstrusi gigi (Carranza, 1990).

3. Pemeriksaan periodonsium

Pemeriksaan periodonsium harus sistematik, dimulai dari regio molar baik pada maksilla maupun mandibula kemudian diteruskan ke seluruh rahang. Semua temuan pada pemeriksaan periodonsium ini dicatat pada periodontal chart sehingga berguna sebagai catatan kondisi pasien dan untuk evaluasi respon pasien terhadap perawatan. Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah pemeriksaan plak dan kalkulus, gingiva, poket periodontal, penentuan aktivitas penyakit, jumlah gingiva cekat, alveolar bone loss, palpasi, supurasi, dan abses peridontal (Carranza, 1990).

Plak dan Kalkulus

Pemeriksaan jumlah plak dan kalkulus dapat dilakukan melalui berbagai macam metode. Pemeriksaan plak dapat menggunakan plak indeks. Jaringan yang mengelilingi gigi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu papilla distofasial, margin fasial, papilla mesiofasial, dan bagian lingual (Carranza, 1990). Visualisasi plak dapat dilakukan dengan mengeringkan gigi denganudara. Plak adalah bagian yang tidak memiliki stain (Rateitschak dkk, 1985)

Adanya kalkulus supragingiva dapat terlihat melalui observasi langsung, dan jumlahnya dapat diukur dengan probe yang terkalibrasi. Untuk mendeteksi kalkulus subgingiva, setiap permukaan gigi diperiksa hingga batas perlekatan gingiva dengan menggunakan eksplorer no.17 atau no.3A. Udara yang hangat dapat digunakan untuk sedikit membuka gingiva sehingga visualisasi terhadap kalkulus lebih jelas (Carranza, 1990).

Gingiva

Gingiva harus dikeringkan terlebih dahulu untuk mendapatkan observasi yang akurat. Selain melalui pemeriksaan secara visual dan eksplorasi dengan instrumen, pemeriksaan dilakukan dengan palpasi yang erat namun halus. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan patologis pada kelentingan normal dan mengetahui lokasi pembentukan pus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada saat pemeriksaan gingiva antara lain: warna, ukuran, kontur, konsistensi, tekstur permukaan, posisi, kemudahan untukberdarah, dan rasa nyeri.

Dari pemeriksaan klinis, inflamasi gingiva menghasilkan dua respon dasar jaringan, yaitu edematous dan fibrotik. Respon jaringan yang edematous memiliki karakteristik halus, glossy, halus dan gingiva berwarna merah. Respon jaringan yang fibrotik memiliki karakteristik seerti gingiva normal namun lebih kuat, berstippling, dan opaque, walaupun terkadang lebih tebal dan marginnya terlihat membulat.

Poket Periodontal

Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan dan distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni; simple, compound atau kompleks). Metode satu-satunya yang paling akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket tidak terdeteksi oleh pemeriksaan radiografi. Periodontal poket adalah perubahan jaringan lunak. Radiografi menunjukkan area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi tidak menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya sudah diperbaiki. Ujung gutta percha atau ujung perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan radiografiuntuk menentukan tingkat perlekatan poket peridontal.

Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua

jenis, antara lain:

1. Kedalaman biologis

Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar

poket (ujung koronal dari junctional epithelium).

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing

Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe)

masuk kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada

ukurang probe, gaya yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan,

dan kecembungan mahkota.

Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat ke junctional epithelium adalah ± 0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal gigi dan “berjalan” secara sirkumferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka,dilakukan pembuangan kalkulus terlebih dahulu secara kasar (gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran poket (Fedi dkk, 2004).

Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara oblique baik dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik terdalam pada poket yang terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).

Gambar 6. Insersi probe secara vertikal (kiri) tidak mendeteksiinterdental crater; probe dengan posisi oblique (kanan)mencapai titik terdalam crater.(Carranza, 1990)

Pada gigi berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya

keterlibatan furkasi. Probe dengan desain khusus (Nabers probe) memudahkan

dan lebih akurat untuk mengekplorasi komponen horizontal pada lesi furkasi

(Carranza, 1990).

Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi margin gingiva pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar memiliki kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3 koronal akar. Cara untuk menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin gingiva berada pada mahkota anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan jarak antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990).

Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk mengecek perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan dumasukkan ke dasar poket dan dengan berpindah sepanjang dinding poket. Perdarahan seringkali muncul segera setelah penarikan probe, namun perdarahan juga sering tertunda hingga 30-60 detik setelah probing (Carranza,1990).

Penentuan aktivitas penyakit

Penentuan kedalaman poket dan tingkat perlekatan tidak memberikaninformasi apakah lesi tersebut berada dalam kondisi aktif atau inaktif. Suatu lesi inaktif menunjukkan tidak sama sekali atau sedikit perdarahan pada probing dan jumlah cairan gingiva yang minimal; flora bakteri didominasi oleh bentuk sel coccoid. Lesi yang aktif berdarah lebih cepat saat probing dan memiliki sejumlah cairan dan eksudat; bakteri yang dominan adalah spirochetes dan motile. Pada kasus localized juvenile periodontitis, baik progressing dan nonprogressing, tidak memiliki perbedaan tempat saat bleeding on probing. Penentuan aktivitas yang cermat akan langsung mempengaruhi dignosis, prognosis, dan terapi (Carranza, 1990).

Jumlah Gingiva Cekat

Menurut Carranza (1990), lebar gingiva cekat adalah jarak antara mucogingival junction dan proyeksi pada permukaan eksternal dari dasar sulkus gingiva atau poket peridontal. Lebar gingiva cekat ditentukan dengan mengurangi kedalaman sulkus atau poket dari kedalaman total gingiva (margin gingiva hingga garis mucogingival).

Alveolar Bone Loss

Menurut Carranza (1990), alveolar bone loss dievaluasi melalui pemeriksaan klinis dan radiografi. Probing berguna untuk menentukan tinggi dan kontur tulang bagian fasial dan lingual yang kabur pada radiograf akibat kepadatan akar dan untuk menentukan arsitektur tulang interdental. Pada daerah yang teranestesi, informasi arsitektur tulang dapat diperoleh dengan melakukan transgingival probing.

Palpasi

Palpasi mukosa oral pada daerah lateral dan apikal gigi dapat membantu untuk menunjuk tempat asal rasa nyeri yang tidak dapat ditunjukkan oleh pasien. Palpasi juga dapat mendeteksi infeksi jauh didalam jaringan peridontal dan tahap awal abses peridontal (Carranza, 1990).

Abses Periodontal

Abses peridontal adalah akumulasi pus yang terlokalisasi dalam dinding gingiva pada poket peridontal. Abses periodontal dapat akut dan kronis. Peridontal abses akut terlihat sebagai peninggian ovoid pada gingiva sepanjang aspek lateral akar. Gingiva terlihat edematous dan merah, dengan permukaan yang halus dan mengkilat. Bentuk dan konsistensi pada area yang meninggi bervariasi; bisa berbentuk seperti kubah, agak keras, dan halus. Seringkali pasien memiliki gejala peridontal abses akut tanpa tanda klinis dan radiografi yang terlihat. Peridontal abses akut memiliki gejala seperti rasa nyeri berdenyut, sensitif terhadap palpasi gigi, kegoyangan gigi, lymphadenitis, dan sedikit tanda sistematik seperti demam, leukositosis, dan malaise. Abses peridontal kronis terlihat sebagai sinus yang membuka ke arah mukosa gingiva sepanjang akar gigi. Abses peridontal kronis biasanya asimptomatik. Pasien seringkali mengeluhkan rasa nyeri yang tumpul, sedikit peninggian pada gigi, dan keinginan untuk menggigit dan menggesekkan gigi (Carranza, 1990).

GAMBARAN RADIOGRAFI

Radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiograf semata tidak dapat

menentukan diagnosa. Beberapa persyaratan umum dalam pemeriksaan

radiografik yang lengkap, yaitu:

1. Rangkaian film yang dibuat, meliputi:

a) Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full-mouth)

b) Empat foto rontgen sayap gigit periodontal

c) Foto panoramik sebagai tambahan

2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan

sudut yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang

dimaksud

Gambaran yang diperoleh dari foto rontgen, antara lain:

1. Morfologi dan panjang akar

2. Perbandingan mahkota : akar klinis

3. Perkiraan banyaknya kerusakan tulang

4. Hubungan antara sinus maksillaris dengan kelainan bentuk jaringan

periodontal

5. Resorpsi tulang horizontal dan vertikal pada puncak tulang interproksimal.

Harus diingat bahwa tinggi tulang interseptal yang normal biasanya sejajar

dan sekitar 1-2 mm lebih ke apikal bila dibandingkan dengan garis khayal

yang ditarik melalui pertemuan sementoemail gigi-gigi.

6. Pelebaran ruang ligamen periodonsium di daerah mesial dan distal akar.

7. Keterlibatan furkasi tingkat lanjut

8. Kelaianan periapeks

9. Kalkulus

10. Restorasi yang mengemper (overhang)

11. Fraktur akar

12. Karies

13. Resorpsi akar

Radiografi tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat

menunjukkan efek penyakit. Hal-hal yang tidak dapat ditunjukan rontgen adalah

1. Ada atau tidaknya poket

2. Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti, khususnya cacat uang berliikuliku,

dehisensi, dan fenestrasi

3. Kegoyangan gigi

4. Posisi dan kondisi prosesus alveolar di permukaan fasial dan lingual

5. Keterlibatan furkasi tahap awal

6. Tingkat perlekatan jaringan ikat dan epitel jungsional

ADVANCE TECHNIQUE

Advance technique diagnostik merupakan pengembangan teknik atau

teknik lanjutan yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit, misalnya:

1. Pemeriksaan tingkat inflamasi gingiva.

Pada pemeriksaan klinis, tingkat inflamasi gingiva hanya dilihat berdasarkan

kondisi klinis melalui tanda kemerahan, bengkak dan perdarahan. Namun saat

ini tingkat inflamasi gingiva dapat diketahui dengan pengukuran aliran cairan

crevicular gingiva. Cairan clevicular gingiva dikumpulkan dengan

microcapillary tubes dan dengan menempatkan filter paper strips pada celah

jalan masuk dan mengukur jumlah cairan yang meresap dalam filter paper.

Selajutnya pengukuran dapat dilakukan dengan ninhydrin area methode

(NAM) atau dengan alat elektronik, Periotron 6000 (Carranza, 1990).

2. Pemeriksaan kedalaman poket dengan electronic periodontal probe

Menurut Carranza (1990), kelebihan electronic periodontal probe

19

dibandingkan periodontal probe klasik, antara lain:

a) Presisi hingga 0.1 mm

b) Jangkauan hingga 10 mm

c) Tekanan saat probing yang konstan

d) Non-invasif, ringan, dan nyaman digunakan

e) Dapat mengakses seluruh lokasi pada semua gigi

f) Sistem panduan untuk menjamin angulasi probe

g) Tidak terdapat bahaya material dan shok elektris

h) Output digital

3. Xeroradiography

Xeroradiography adalah sistem penggambaran menggunakan proses duplikasi

xerographic untuk merekam gambaran x-ray. Jika dibandingkan dengan

radiografi intraoral, hasil xeroradiography menunjukkan gambar yang lebih

bagus, terutama pada struktur yang tajam seperti trabekula dan daerah dengan

perbedaan kepadatan misalnya jaringan lunak. Dengan hasil gambar yang

lebih bagus, maka memudahkan operator untuk menilai kerusakan tulang yang

berhubungan dengan periodontitis (Carranza, 1990).

4. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)

ELISA digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi. ELISA terutama

digunakan untuk menentukan serum antibodi pada periodontophatogen

(Carranza, 1990).

DAFTAR PUSTAKA

Carranza, F.A., 1990, Glickman's clinical Periodontology, 7th Ed, W.B Saunders

Company, Philadelphia, h.476-

Fedi, F.J., Vernino, A.R., Gray, J.L., 2004, Silabus Periodonti, Edisi 4, EGC,

Jakarta, h.46-61

Harty, F.J., dan Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta

Lynch, M.A., Brightman, V.J., Greenberg, M.A., 1992, Ilmu Penyakit Mulut:

Diagnosis dan Terapi, Edisi 8, Binarupa Aksara, Jakarta

Rateitschak, K.H, Rateitschak., E.M, Wolf, H.F., Hassell, T.M., 1985, Color Atlas

of Periodontology, Georg Thieme Verlag Sturrgart, New York

Rose, L.F., Mealy, B.L., Genco, R.J., Cohen., D.W., 2004, Periodontics:

Medicine, Surgery, and Implants, Mobsy, St.Louis

Suproyo, H., 2007, Bahan Ajar Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal,

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

10 komentar:

semprulbilla nadiranisasi mengatakan...

excellent posting ;)

mm mengatakan...

sangat membantu..

Unknown mengatakan...

sangat membantu.

Unknown mengatakan...

keren

Unknown mengatakan...

sangat membantu..

Unknown mengatakan...

sangat membantu..

Unknown mengatakan...

baguuus

unknown mengatakan...

Thank u

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
isti mengatakan...

Bagus

Posting Komentar | Feed

Posting Komentar



 

My Blog List

Follower

Revias Clinics Copyright © 2009 Premium Blogger Dashboard Designed by SAER