Sabtu, Mei 14, 2011

Space Maintainer

Perkembangan oklusi gigi geligi sulung (primary dentition) melalui masa gigi pergantian (mixed dentition/ trantitional dentition) ke masa gigi permanen (permanent dentition) merupakan rangkain peristiwa yang terjadi secara teratur dan pada waktu tertentu. Peristiwa ini akan menghasilkan oklusi yang fungsional, estetis dan stabil. Namun, jika rangkaian ini terganggu maka akan muncul masalah yang dapat mempengaruhi hubungan oklusal gigi permanen. Jika gangguan ini terjadi, maka tindakan korektif diperlukan untuk memperbaiki proses perkembangan oklusi ke arah normal (Sartika, 2002).

Kehilangan gigi susu secara dini atau tanggal prematur gigi sulung dapat menimbulkan berkurangnya panjang pada lengkung rahang oleh karena adanya pergeseran gigi tetangga dan gigi antagonis ke arah ruangan yang kosong sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan panjang lengkung rahang (Sartika, 2002). Tanggal prematur pada gigi sulung juga dapat menyebabkan gangguan pada erupsi gigi permanen bila didapatkan pengurangan lengkung rahang (Wibowo & Nuraini, 2008).

Perawatan pada tanggal prematur gigi sulung memerlukan perhatian bagi para klinisi sebab perawatan yang tidak baik akan memberikan pengaruh pada perkembangan sampai remaja (Proffit & Fieids, 1999). Penanganan pada waktu yang tepat akan mempertahankan ruang untuk pertumbuhan gigi permanen (Mc Donald et al., 2004). Apabila tidak didapatkan space loss setelah tanggal prematur, space maintainer adalah perawatan yang tepat karena erupsi gigi permanen penggantinya masih lama. Bila sudah terjadi space loss, diperlukan evaluasi untuk menentukan apakah diperlukan perawatan dengan space maintainer, space regainer atau tidak dilakukan perawatan (space control) (Wibowo & Nuraini, 2008).

Tanggal Prematur Gigi Sulung

Tanggal prematur pada gigi sulung dapat disebakan oleh adanya karies gigi ataupun karena pencabutan. Gigi sulung yang tanggal prematur berarti gigi tersebut tanggal sebelum waktu tanggalnya secara kronologis. Perawatan yang diperlukan akibat adanya gigi sulung tanggal prematur tergantung pada jenis gigi yang tanggal, waktu tanggal dan berapa banyak kekurangan tempat yang timbul akibat tanggalnya gigi sulung tersebut (Andlaw & Rock, 1992; Rahardjo, 2009).

Tanggal prematur gigi sulung menyebabkan gigi permanen yang akan tumbuh tidak mempunyai petunjuk sehingga sering salah arah dan mengakibatkan migrasi gigi tetangga. Rahang juga akan mengalami penyempitan, akibatnya tidak cukup untuk menampung semua gigi dalam susunan yang teratur. Hal ini menyebabkan gigi menjadi berjejal atau susunan gigi menjadi tidak beraturan. Selain itu, tanggal prematur juga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan hubungan oklusi. Jika gigi sulung tanggal terlalu dini, maka gigi permanen penggantinya juga akan erupsi lebih cepat atau lebih lambatt karena mengerasnya gingival (Andlaw & Rock, 1992).

Tanggal prematur pada gigi sulung akan mengakibatkan gigi tetangganya bergeser. Ggi akan cenderung bergeser ke arah mesial karena adanya fenomena “mesial drifting tendency” dan gaya dari gigi posterior yang akan erupsi pada anak yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan. Akibat dari kehilangan gigi sulung juga dapat menyebabkan terjadianya pergeseran midline, gigi berjejal, perubahan pada lengkung rahang dan kehilangan ruangan untuk gigi permanen pengganti gigi sulung (Poerwanto, 2009).

Space Maintainer

Space maintainer merupakan alat yang digunakan untuk menjaga ruang akibat kehilangan dini gigi sulung, alat ini yang dipasang diantara dua gigi. Ruang yang terjadi akibat gigi tanggal prematur perlu dipertahankan sebelum gigi tetangga bergeser ke diastema. Untuk mencegah agar ruangan tersebut tidak ditempati gigi-gigi yang berdekatan perlu dipasang piranti yang disebut space maintainer (AAPD, 2009; Rahardjo, 2009).

Fungsi dari space maintener adalah: (a) mencegah pergeseran dari gigi ke ruang yang terjadi akibat pencabutan dini; (b) mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang dicabut dini; (c) memperbaiki fungsi pengunyahan akibat pencabutan dini; dan (d) memperbaiki fungsi estetik dan bicara setelah pencabutan dini (Moyers, 1972).

Ada berbagai macam tipe space maintainer, yang secara umum bisa dikelompokkan menjadi dua katagori, lepasan dan cekat (Foster, 1997). Klasifikasi space maintainer menurut Snawder 1980 adalah (a) space maintainer cekat dengan band, (b) space maintainer cekat tanpa band atau dengan etsa asam, (c) space maintainer lepasan dengan band atau semi-cekat, (d) space maintainer lepasan tanpa band, (e) space maintainer fungsional atau dapat dikunyah, dan (f) space maintainer non fungsional (Hprimaywati, 2008; AAPD, 2009).

Menurut Finn (1962), tipe space maintainer dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis space maintainer yaitu;

Space maintainer lepasan (removable), cekat (fixed) dan semi cekat (semi-fixed)
Space maintainer dengan band dan tanpa band
Space maintainer fungsional dan non fungsional
Space maintainer aktif dan pasif
Space maintainer kombinasi dari tipe di atas
Moyers menyatakan bahwa kehilangan dini gigi sulung terjadi apabila gigi sulung tanggal sebelum waktu erupsi gigi permanen. Tulang terbentuk kembali di atas gigi permanen yang belum erupsi sehingga menunda erupsi gigi permanen. Pada umumnya semakin dini gigi sulung dicabut, semakin besar kemungkinan pergerakan gigi geligi. Namun erupsi lebih lanjut dari gigi-gigi antagonis akan membatasi pergerakan tersebut (Andlaw & Rock, 1992).

Tanggal prematur gigi sulung insisif akan mempengaruhi estetik dan hanya sedikit berpengaruh terhadap gigi permanen. Tanggal prematur gigi kaninus dan molar akan menyebabkan terjadinya mesial drift pada gigi sebelahnya dan distal drift pada gigi depan, sehingga mengakibatkan gigi permanen tumbuh tidak pada tempatnya (Poerwanto, 2009). Menurut Hofding dan Kisling (1978), kehilangan dini pada gigi molar satu sulung pada maksila akan menyebabkan berjejalnya gigi posterior dan kehilangan ruang pada mandibula, sedangkan kehilangan gigi molar dua sulung baik pada maksila maupun mandibula akan mengakibatkan perubahan arah horizontal dari hubungan molar permanennya (Poerwanto, 2009).

Gigi yang paling sering tanggal prematur adalah molar kedua sulung terutama rahang bawah akibat karies. Dampak yang ditimbulkan adalah gigi-gigi yang berdekatan bergeser ke arah diastema, molar pertama permanen bergeser ke mesial dengan cepat dan kadang-kadang dapat menempati seluruh ruangan bekas molar kedua sulung. Akibat selanjutnya adalah ruangan bekas molar kedua sulung akan menyempit sehingga mungkin tidak cukup tempat untuk premolar kedua. Premolar kedua biasanya erupsi ke arah lingual karena benihnya ada di lingual atau kalau tempatnya sangat sedikit premolar kedua tidak bisa erupsi (Ngan et al., 1999; Rahardjo, 2009).

Gigi sulung merupakan space maintainer yang paling baik, ketika space maintainer alami ini mengalami tanggal prematur, maka perawatan dengan menjaga ruang tersebut (management space) untuk perkembangan lengkung rahang harus segera dilakukan. Perawatan kehilangan prematur pada gigi sulung dilakukan dengan memperhatikan ada atau tidaknya kelebihan ruangan dalam lengkung gigi. Pada lengkung gigi dengan ruangan yang cukup, perawatan kehilangan prematur gigi sulung dilakukan dengan pemasangan space maintainer atau gigi tiruan. Waktu yang tepat untuk penggunaan space maintainer adalah segera setelah kehilangan gigi sulung. Hal ini disebabkank kebanyakan kasus terjadi penutupan ruang setelah 6 bulan kehilangan gigi (Sungkar & Hayati, 2007; Bratanata & Hayati, 2009).

Space maintainer digunakan untuk mempertahankan ruang bekas pencabutan, tetapi penggunaan space maintainer terkadang menimbulkan kerusakan pada jaringan lunak mulut terutama pada penggunaannya dalam waktu yang lama Karena itu, indikasi dan kontra indikasinya harus diperhatikan dengan baik agar perawatan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan (Andlaw & Rock, 1992; Hprimaywati, 2008).
Copyright ©2011, Ali Taqwim [dentistalit@yahoo.co.id]

Desain Protesa Sebagian Lepasan

Pendahuluan

Gigi tiruan sebagian adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengembalikan beberapa gigi asli yang hilang dengan dukungan utama adalah jaringan lunak di bawah plat dasar dan dukungan tambahan dari gigi asli yang masih tertinggal dan terpilih sebagai gigi pilar. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable partial denture (Applegate, 1960).

Pemakaian gigi tiruan mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki fungsi pengunyahan, fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan terahir ini selain erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan mulut, juga bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi masih bersifat fungsional atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan merusak (Ardan, 2007a).

Dalam proses pembuatan desain geligi tiruan sebagian lepasan berlaku suatu yang umum dan penting. Pertama-tama, dokter gigi perlu mengetahui selengkap-lengkapnya tentang keadaan fisik pasien yang akan menerima protesa. Selain itu, sebelumnya, ia juga sudah memahami betul data-data mengenai bentuk, indikasi dan fungsi dari cengkeram, letak sandaran, macam konektor, bentuk sadel dan jenis dukungan yang akan diterapkan untuk sebuah geligi tiruan. Selanjutnya, sebagai pemenuhan tanggung jawab kepada pasien, dokter gigi wajib membuat rencana desain protesa yang akan diberikannya (Gunadi et al., 1995).

Setiap protesa yang dipasang dalam rongga mulut memiliki resiko merusak kesehatan gigi dan jaringan pendukung, kerusakan ini dapat diperkecil dengan membuat desain yang tepat dan dengan menginstruksikan pada pasien tentang cara menjaga kebersihan mulut dan geligi tiruannya (Neil & Walter, 1992). Oleh sebab itu, rencana pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan sebuah geligi tiruan (Gunadi et al., 1995).

II. Komponen Protesa Sebagian Lepasan

Pada umumnya geligi tiruan yang konvensional baik yang terbuat dari plastik maupun dari kerangka logam, terdiri dari bagian-bagian penahan, basis, konektor, sandaran dan elemen gigi tiruan.

Penahan (retainer)

Penahan merupakan bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang berfungsi memberi retensi dan karenanya mampu menahan protesa tetap pada tempatnya. Penahan dapat dibagi menjadi dua kelompok.

Pertama, penahan langsung (direct retainer) yang berkontak langsung dengan permukaan gigi penyangga dan dapat berupa cengkeram atau kaitan presisi (Suryatenggara et al., 1991).

Kedua, penahan tak langsung (indirect retainer) yang memberikan retensi untuk melawan gaya yang cenderung melepas protesa ke arah oklusal dan bekerja pada basis. Retensi tak langsung ini diperoleh dengan cara memberikan retensi pada sisi berlawanan dari garis fulkrum dimana gaya tadi bekerja. Macam-macam bentuk penahan tak langsung antara lain; sandaran oklusal, dukungan rugae, perluasan basis/ plat (Suryatenggara et al., 1991).

Sandaran (rest)

Sandaran merupakan bagian geligi tiruan yang bersandar pada permukaan gigi penyangga dan dibuat dengan tujuan memberikan dukungan vertikal pada protesa. Sandaran dapat ditempatkan pada permukaan oklusal gigi posterior atau pada permukaan lingual gigi anterior (Suryatenggara et al., 1991).

Konektor (connector)

Konektor pada tiap rahang dapat dibagi menjadi konektor utama (major connector) dan konektor minor (minor connector), sesuai dengan fungsinya masing-masing. Konektor utama merupakan bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang menghubungkan bagian protesa yang terletak pada salah satu sisi rahang dengan yang ada pada sisi lainnya. Konektor minor atau tambahan merupakan bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang menghubungkan konektor utam dengan bagian lain (Suryatenggara et al., 1991).

Elemen Gigi Tiruan

Elemen gigi merupakan bagian geligi tiruan sebagian lepasan yang berfungsi menggantikan gigi asli yang hilang. Seleksi gigi tiruan kadang-kadang merupakan tahap yang cukup sulit dalam proses pembuatan protesa, kecuali pada kasus masih ada gigi asli yang bisa dijadikan panduan. Dalam seleksi elemen ada metode untuk pemilihan gigi anterior dan posterior serta faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu ukuran, bentuk, tekstur permukaan, warna dan bahan elemen (Suryatenggara et al., 1991).

Basis Geligi Tiruan (saddle)

Basis geligi tiruan merupakan bagian yang menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang dan berfungsi mendukung gigi (elemen) tiruan. Basis geligi tiruan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu; (1) basis dukungan gigi atau basis tertutup (bounded saddle) dan (2) basis dukungan jaringan atau kombinasi atau berujung bebas (free end) (Suryatenggra et al., 1991).

III. Tahapan Pembuatan Desain

Prinsip pembuatan desain geligi tiruan , baik yang terbuat dari resin akrilik maupun kerangka logam tidaklah terlalu berbeda. Dalam pembuatan desain dikenal empat tahap yaitu (1) tahap I: menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi, (2) tahap II: menentukan macam dukungan dari setiap sadel, (3) tahap III: menentukan macam penahan, dan (4) tahap IV: menentukan macam konektor (Gunadi et al., 1995).

A. Menentukan Klasifikasi Daerah Tak Bergigi

Daerah tak bergigi pada suatu lengkungan gigi dapat bervariasi, dalam hal panjang, macam, jumlah, dan letaknya. Semua ini mempengaruhi rencana pembuatan desain geligi tiruan, baik dalam bentuk sadel, konektor, maupun dukungannya (Gunadi et al., 1995).

Klasifikasi menurut Osborne J & Lammie GA berupa klasifikasi geligi tiruan berdasarkan distribusi beban, sebagai berikut.

Geligi tiruan tooth borne, semua pendukung untuk geligi tiruan berasal dari gigi geligi.
Geligi tiruan mucosa borne, geligi tiruan ini seluruhnya didukung oleh mukosa dan lingir alveolar dibawahnya.
Geligi tiruan tooth and mucosa borne, beberapa bagian geligi tiruan didukung oleh gigi sebagian yang lainnya didukung oleh mukosa (Watt & McGregor, 1992).
Rincian Klasifikasi Kennedy adalah sebagai berikut.

Kelas I : daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada dan berada pada ke dua sisi rahang (bilateral).
Kelas II : daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada, tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral).
Kelas III : daerah tak bergigi terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun anteriornya dan unilateral.
Kelas IV : daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan melewati garis tengah rahang.
Menurut Applegate, daerah tak bergigi dibagi atas enam kelas, yang kemudian dikenal sebagai Klasifikasi Applegate-Kennedy dengan rincian sebagai berikut (Suryatenggara et al., 1991).

Kelas I : daerah tak bergigi berupa sadel berujung bebas (free end) pada kedua sisi (Kelas I Kennedy).

Keadaan ini sering dijumpai pada rahang bawah dan biasanya telah beberapa tahun kehilangan gigi.



Secara klinis, dijumpai keadaan sebagai berikut:

1. derajat resorpsi residual ridge bervariasi

2. tengang waktu pasien tak bergigi akan mempengaruhi stabilitas geligi tiruan yang akan dipasang

3. jarak antar lengkung rahang bagian posterior sudah biasanya sudah mengecil

4. gigi asli yang masih tinggal sudah migrasi ke dalam berbagai posisi.

5. gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.

6. jumlah gigi yang masih tertinggal bagian anterior umumnya sekitar 6 10 gigi

7. ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula.

Indikasi protesa : protesa lepasan, dua sisi dan dengan perluasan basis ke distal.

Kelas II: Daerah tak bergigi sama seperti Kelas II Kennedy.

Kelas ini sering tidak diperhatikan pasien.



Secara klinis dijumpai keadaan :

1. Resorbsi tulang alveolar terlibat lebih banyak.

2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.

3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis.

4. Pada kasus ekstrim karena tertundanya pembuatan gigi tiruan untuk jangka waktu tertntu karena perlu pencabutan satu atau lebih gigi antagonis.

5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi temporomandibula.

Indikasi protesa: protesa dengan desain bilateral dan perluasan basis distal.

Kelas III: keadaan tak bergigi paradental dengan dua gigi tetangganya tidak lagi mamapu memberikan dukungan pada protesa secara keseluruhan.



Secara klinis, dijumpai keadaan:

1. Daerah tidak bergigi sudah panjang.

2. Bentuk dan panjang akar gigi kurang memadai.

3. Tulang pendukung mengalami resorbsi servikal dan atau disertai goyangnya gigi secara berlebihan.

4. Beban oklusal berlebihan.

Indikasi protesa: protesa sebagian lepasan dukungan gigi dengan desain bilateral.

Kelas IV: daerah tak bergigi sama dengan Kelas IV Kennedy.



Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika:

1. Tulang alveolar sudah banyak hilang, seperti pada kasus akibat trauma.

2. Gigi harus disusun dengan “overjet” besar, sehingga dibutuhkan banyak gigi pendukung.

3. Dibutuhkan distribusi merata melalui lebih banyak gigi penahan, pada pasien dengan daya kunyah besar.

4. Diperlukan dukungan danretensi tambahan dari gigi penahan.

5. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk memenuhi faktor estetik

Indikasi protesa:

(a) Geligi tiruan cekat, bila gigi gigi tetangga masih kuat.

(b) Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan dukungan gigi atau jaringan atau kombinasi.

(c) Pada kasus meragukan sebaiknya dibuat protesa sebagian lepasan.

Kelas V: daerah dengan sadel tertutup dan gigi tetangga bagian depan tidak kuat menerima dukungan. Indikasi protesanya berupa protesa lepasan dua sisi.



Kelas VI: daerah dengan sadel tertutup dan kedua gigi tetangganya kuat. Indikasi protesanya berupa protesa cekat atau lepasan, satu sisi dan dukungan dari gigi.



Copyright ©2011, Ali Taqwim [dentistalit@yahoo.co.id]

Space Management pada Tanggal Prematur Gigi Sulung

Manajemen space selama masa perkembangan gigi geligi merupakan hal penting untuk mendapatkan sistem stomatognatik yang ideal. Pada fase perkembangan gigi geligi, urutan erupsi dapat diketahui dengan baik oleh dokter gigi. Perkembangan oklusi gigi geligi sulung melalui masa gigi pergantian ke masa gigi permanen merupakan rangkain peristiwa yang terjadi secara teratur dan terjadi pada waktu tertentu. Namun, jika rangkaian ini terganggu maka akan muncul masalah yang dapat mempengaruhi hubungan oklusal gigi permanen (Gallao et al., 2010).

Secara umum, gigi sulung berfungsi untuk membantu proses pencernaan, pengucapan dan estetika. Selain itu, gigi sulung juga mempunyai fungsi istimewa yang tidak dimiliki gigi tetap, yaitu sebagai pedoman penentu atau petunjuk gigi permanen agar kelak tumbuh pada tempatnya dan menjaga pertumbuhan lengkung rahang (Wibowo & Nuraini, 2008). Tanggal prematur pada gigi sulung dapat disebakan oleh adanya karies gigi ataupun karena pencabutan. Akibat dari tanggal prematur gigi sulung menyebabkan gigi permanen yang akan tumbuh tidak mempunyai petunjuk sehingga sering salah arah dan mengakibatkan migrasi gigi tetangga. Rahang juga akan mengalami penyempitan, akibatnya tidak cukup untuk menampung semua gigi dalam susunan yang teratur. Hal ini menyebabkan gigi menjadi berjejal atau susunan gigi menjadi tidak beraturan (Andlaw & Rock, 1992).

Moyers menyatakan bahwa kehilangan dini gigi sulung terjadi apabila gigi sulung tanggal sebelum waktu erupsi gigi permanen. Tulang terbentuk kembali di atas gigi permanen yang belum erupsi sehingga menunda erupsi gigi permanen. Pada umumnya semakin dini gigi sulung dicabut, semakin besar kemungkinan pergerakan gigi geligi. Namun erupsi lebih lanjut dari gigi-gigi antagonis akan membatasi pergerakan tersebut (Andlaw & Rock, 1992).

Tanggal prematur gigi sulung insisif akan mempengaruhi estetik dan hanya sedikit berpengaruh terhadap gigi permanen. Tanggal prematur gigi kaninus dan molar akan menyebabkan terjadinya mesial drift pada gigi sebelahnya dan distal drift pada gigi depan, sehingga mengakibatkan gigi permanen tumbuh tidak pada tempatnya (Poerwanto, 2009). Menurut Hofding dan Kisling (1978), kehilangan dini pada gigi molar satu sulung pada maksila akan menyebabkan berjejalnya gigi posterior dan kehilangan ruang pada mandibula, sedangkan kehilangan gigi molar dua sulung baik pada maksila maupun mandibula akan mengakibatkan perubahan arah horizontal dari hubungan molar permanennya (Poerwanto, 2009).

Gigi yang paling sering tanggal prematur adalah molar kedua sulung terutama rahang bawah akibat karies. Dampak yang ditimbulkan adalah gigi-gigi yang berdekatan bergeser ke arah diastema, molar pertama permanen bergeser ke mesial dengan cepat dan kadang-kadang dapat menempati seluruh ruangan bekas molar kedua sulung. Akibat selanjutnya adalah ruangan bekas molar kedua sulung akan menyempit sehingga mungkin tidak cukup tempat untuk premolar kedua. Premolar kedua biasanya erupsi ke arah lingual karena benihnya ada di lingual atau kalau tempatnya sangat sedikit premolar kedua tidak bisa erupsi (Ngan et al., 1999; Rahardjo, 2009).

Gigi sulung merupakan space maintainer yang paling baik, ketika space maintainer alami ini mengalami tanggal prematur, maka perawatan dengan menjaga ruang tersebut (management space) untuk perkembangan lengkung rahang harus segera dilakukan. Perawatan kehilangan prematur pada gigi sulung dilakukan dengan memperhatikan ada atau tidaknya kelebihan ruangan dalam lengkung gigi. Pada lengkung gigi dengan ruangan yang cukup, perawatan kehilangan prematur gigi sulung dilakukan dengan pemasangan space maintainer atau gigi tiruan. Waktu yang tepat untuk penggunaan space maintainer adalah segera setelah kehilangan gigi sulung. Hal ini disebabkan kebanyakan kasus terjadi penutupan ruang setelah 6 bulan kehilangan gigi (Sungkar & Hayati, 2007; Bratanata & Hayati, 2009).

Copyright ©2011, Ali Taqwim [dentistalit@yahoo.co.id]

Minggu, Agustus 22, 2010

SEMINAR DENTISPHERE DILAKSANAKAN OLEH FKG UHT

SHANGRILA HOTEL SURABAYA, 15-16 OKTOBER 2010

AKREDITASI PDGI
- Peserta Ceramah Ilmiah : 7 SKP
- Peserta Table Klinik : 5 SKP
- Pembicara Short Lecture / Poster : 4 SKP

BIAYA PENDAFTARAN PESERTA :
Sebelum September 2010 :
- Dokter gigi / Spesialis : Rp. 550.000,-
- Mahasiswa : Rp. 500.000,-

Setelah September 2010 :
- Dokter gigi / Spesialis : Rp. 600.000,-
- Mahasiswa : Rp. 600.000,-

Sebagai Pembicara Ceramah Singkat : Rp. 500.000,-
Pada saat acara berlangsung : Rp. 650.000,-

SEKRETARIAT PENDAFTARAN :
Sekretariat Panitia DENTISPHERE
Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya
Telpon dan Fax : 031-5912191
E-mail : dentispherefkguht@gmail.com


CARA PEMBAYARAN
Pembayaran dapat dilakukan :
1. TUNAI : Pada Sekretariat DENTISPHERE
2. TRANSFER :
Rekening Bank Mandiri
No Rek 142-00-0758106-8
a/n Sarianoferni

Rekening BNI ‘46
KCU Tanjung Perak Surabaya
No. Rek 7007008989
a/n Sarianoferni

Rekening BCA
Cabang Pucang Surabaya
No Rek : 0640 4856 80
a/n Yoifah Rizka

Bukti transfer di Fax ke 031-5912191 up PANITIA DENTISPHERE & harap dibawa pada saat acara.

KONTAK PERSON :
1. Noengki Prameswari,drg.,Mkes : 081703444722
2. Sarianoferni,drg.,Mkes : 081332804827

PEMBICARA UTAMA :

Prof. Takafumi Noma (Tokushima University)
“BASIC ASPECT OF REGENERATION THERAPY, GENERATION OF IPS CELLS FROM ORAL MUCOSA AND ITS APPLICATION”

Prof. Eiji Tanaka (Tokushima University)
“ORTHODONTIC TREATMENT FOR THE ACQUIRED OPEN BITE ASSOSIATED OSTEOARTHRITIS OF TEMPORO MANDIBULAR”

Jong-Jin Suh, D.D.S., M.S.D., Ph.D. (Yonsei University College of Dentistry, Seoul, Korea) – sponsor by Biolase
“Using Laser in Everyday Dentistry.”

Maj (R)Dr. Akbar Sham Hussin (UIIM – Malaysia)
“Digital Dentistry in International Islamic University Malaysia”.

Drg Marino Sutedjo SpKG (Praktisi Surabaya ) – Sponsor by Dentsply
“GLIDE PATH ONE THING THAT WE MUST CREATE FOR NICE AND EASY ENDO”

Drg Anggraeni Afdhal SpKG ( Universitas Indonesia – Jakarta) – Sponsor by Dentsply
“CEPAT DAN MUDAH DALAM CORE BUILD UP.”

Rudi Wigianto drg, PhD ( Praktisi BALI ) – Sponsor by 3M ESPE
“EMERGENCY ESTHETIC DENTISTRY”

Dr. Himawan Halim, DMD,MS,FICD, Sp.Ort ( Ladokgi - Jakarta)
“RECENT ORTHODONTIC TREATMENT”

Dr. Dewi Yoga Pratama (Jakarta)
“Hypnotherapi sebagai metode penaggulangan rasa sakit pada pasien”

Prof. Dr. Budi Warsono dr, Sp.PD (K) (FK UNAIR – Surabaya)
“Kelainan sistemik yang berhubungan dengan tindakan kedokteran gigi”.

DR. Irene Adyatmaka,drg (Jakarta) – Sponsor by GC Japan
"Terapi remineralisasi terkini"

DR.Narmada,drg.,Mkes.,SpOrt (UNAIR) : "The Accelerate of Tooth Movement
in Orthodontic Treatment "

Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK (USU) : "NSAID for acute dental Inflammatory Pain"

Dr.Widayat, SpFK (UNAIR) : "Basic consideration in managing dental pain"

Arma sastra bahar,drg.PhD (UI) : "PERSPEKTIF MUTAHIR TENTANG PENCEGAHAN KARIES GIGI"Lihat Selengkapnya


TABLE CLINIC
1. Drg Marino Sutedjo SpKG
“Glide Path One thing that we must create for nice and easy endo”
Biaya : Rp. 850.000,-
Mendapat Free : 1 set box Pathfile
Sponsor : Dentsply

2. Drg Anggraeni Afdhal SpKG
“Cepat dan Mudah dalam Core build Up”
Biaya : Rp. 500.000,-
Mendapat Free : 1 set syringe Fluorocore2
Sponsor : Dentsply

3. Rudi Wigianto drg, PhD
“RESIN COMPOSITE POSTERIOR”
Biaya : Rp 300.000
Mendapat Free : 1 buah Komposit Z 250
Sponsor : 3M ESPE

4. DR. Dewi Yoga Pratama
“Kiat-kiat praktise Hypnotherapi”
Biaya : Rp. 500.000,-

5. DR. drg Irene Adyatmaka
"Caries risk assesment using computer program"
Biaya : Rp. 300.000,-
Mendapat Free : CD Program Caries assesment

WELLCOME DINNER / SAILING DINNER CRUISE
Diatas kapal dengan menggunakan kapal pesiar KMP Wicitra Dharma menyebrangi Selat madura dengan menyusuri jembatan suramadu.
Jumat : 15 Oktober 2010
Pukul : 19.00 -23.00 WIB
Biaya : Rp. 250.000,-/person

Minggu, Agustus 15, 2010

Anastesi Lokal pada Gigi

Pengertian

• obat yang mengahambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995))
• obat yang menyebabkan anestesia, mati rasa, melumpuhkan ujung saraf sensorik atau serabut saraf pada tempat pemberian obat (Kamus saku Kedokteran Dorland, 1998)

Indikasi:

• Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung
• Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah
• Insidensi morbiditas rendah
• Pasien pulang tanpa pengantar
• Tidak perlu tambahan tenaga terlatih
• Teknik tidak sukar dilakukan
• Persentase kegagalan kecil
• Pasien tidak perlu berpuasa

Kontra Indikasi:

• Pasien menolak / takut/ khawatir
• Infeksi
• Di bawah umur
• Alergi
• Bedah mulut besar
• Penderita gangguan mental
• Anomali lain

Faktor-faktor pemilihan anestesi:

• Area yang dianestesi
• Durasi
• Kedalaman
• Adanya infeksi
• Kondisi pasien
• Umur pasien
• hemostatistika

Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi

1. Ester
2. Amida
3. Hidroksi

ANESTESI PADA PENCABUTAN GIGI
Injeksi Supraperiosteal
Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik. Pasien dilarang menutup mulut sebelum injeksi dilakukan. Dengan menggunakan kassa atau kapas yang diletakkan di antara jari dan membran mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial.

Untuk memperjelas dapat diulaskan yodium pada jaringan tersebut. Membran mukosa akan berwarna lebih gelap, suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum mengarah ke tulang dengan mempertahankan jarum sejajar bidang tulang. Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada jaringan dan mengurangi rasa sakit, obat dikeluarkan secara perlahan. Anestesi akan terjadi dalam waktu 5 menit.


Nervus Alveolaris Superior Posterior
Untuk molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar pertama.

Titik suntikan terletak pada lipatan mukobukal di atas gigi molar kedua atas, gerakkan jarum ke arah distal dan superior kemudian suntikkan obat anestesi 1-2 ml di atas apeks akar gigi molar ketiga.

Untuk melengkapi anestesi pada gigi molar pertama, dapat diberikan injeksi supraperiosteal di atas apeks akar premolar kedua.

Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal, dilakukan penyuntikan pada nervi palatini minor sebagai tambahan.

Nervus Alveolaris Superior Medius
Untuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.

Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama. Jarum diarahkan ke suatu titik sedikit di atas apeks akar, kemudian suntikkan obat anestesi perlahan-lahan. Agar akurat, raba kontur tulang dengan hati-hati.

Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif, sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal, dilakukan injeksi palatinal.

Nervus Alveolaris Superior Anterior
Untuk keenam gigi anterior.

Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus. Jarum diarahkan ke apeks kaninus, suntikkan obat di atas apeks akar gigi tersebut.

Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, harus ditambahkan injeksi palatinal pada regio kaninus atau foramen insisivus.

Injeksi Blok
Obat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang dioperasi, menembus batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi disuntikkan sehingga memblok sensasi yang datang dari distal.

Keuntungannya adalah hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah anestesi yang luas dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontraindikasi injeksi supraperiosteal.

Blok anestesi biasanya paling efektif pada molar kedua bawah.

Jika blok menyeluruh pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila karena alasan tertentu injeksi mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian bisa dilakukan dengan injeksi mentalis.

Jika sulit melakukan anestesi terhadap gigi atas dengan menggunakan injeksi supraperiosteal atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan lebih efektif bila digunakan injeksi infraorbital atau zigomatik.

Injeksi Mandibular
Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linea oblikua. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di antara kedua pre molar pada sisi yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibu lar dan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum serta otot yang menutupi fasies interna ramus diteruskan sampai ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis. Keluarkan 1,5 ml obat anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi bervariasi tergantung ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan pertambahan umur). Dapat juga menganestesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan obat anestesi pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.

Injeksi Mentalis

Untuk menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari sisi yang lain juga harus diblok.

Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Pipi ditarik ke arah bukal dari gigi premolar. Jarum dimasukkan ke dalam membran mukosa di antara kedua gigi premolar dengan jarak 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi jarum suntik membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang. Masukkan 0,5 ml obat anestesi, tunggu sebentar. kemudian gerakkan ujung jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen (jaga agar tetap membentuk sudut 45° agar jarum tidak terpeleset ke balik periosteum dan memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen), dan masukkan kembali 0,5 ml obat anestesi dengan hati-hati.

Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.

Injeksi Lingual

Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada permukaan lingual mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mental dan injeksi mandibular.

Jarum disuntikkan pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai dengan jarum lurus. Jadi jarum sebaiknya dibengkokkan dengan cara menekannya di antara ibu jari dan jari lain.

Injeksi Nervus Nasopalatinus

Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum sepertiga anterior palatum, yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain.

Titik suntikan terletak sepanjang papil insisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju kanalis palatina anterior. Walau anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus dipakai untuk injeksi nasopalatinus. Sebaiknya dilakukan anestesi permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.

Injeksi Nervus Palatinus Mayor

Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum palatum dari tuber maksila sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke krista gingiva pada sisi bersangkutan.

Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan obat anestesi sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian dari nervus palatinus mayor yang keluar dari foramen palatinum posterior yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau penyuntikkan obat anestesi dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya nervus palatinus medius sehingga palatum molle menjadi kebal. Akibatnya akan timbul gagging.


May 6, 2009 - Wednesday

makalah anastesi lokal maksila
Current mood: calm
Teknik-teknik anastesi blok pada maksila
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik. (1)

Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. (2)

Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada permukaan tubuh. Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan menghambat serta memperlambat sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot, regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh lainnya. Biasanya obat dengan dosis atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua sensasi (nyeri, sentuhan, suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan menghambat sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. (1)

Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local pada permukaan kulit atau tubuh. (1)





Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : (1)

Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri
Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapi
Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. (1)



Keuntungan dari anestesi local yaitu : (1)

Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien
Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
Tidak ada resiko obstruksi pernapasan
Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur
Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi
Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan
Tidak dibutuhkan ahli anestesi. (1)



Untuk mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus dibidang kedokteran gigi yaitu : (1)

Anestesi topikal
Anestesi infiltrasi
Anestesi blok

Field blok
Nerve blok

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan Makalah ini adalah untuk mengemukakan teknik-teknik pemberian anestesi lokal dalam dunia kedokteran gigi, selain itu dapat juga diketahui keuntungan dan kerugian dari berbagai macam teknik anestesi lokal sehingga dapat ditentukan teknik yang terbaik yang akan digunakan dan untuk menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi akibat injeksi anestesi lokal.





BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



Prinsip dasar dari anestesi lokal juga berlaku untuk anestesi blok syaraf serta untuk teknik lainnya. Larutan anestesi lokal didepositkan didekat atau disekitar bundel serat syaraf, untuk mendapatkan anestesi jaringan yang disuplai oleh bundel nerovaskular. Perbedaan pertama pada kasus anestesi blok syaraf adalah diperlukannya sejumlah besar larutan anestetik lokal untuk memperoleh anestesi yang memadai. Selain itu, ukuran anatomi dari bundel syaraf membuat larutan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus bagian tengahnya, jadi harus diberikan waktu yang lebih lama sebelum prosedur operasi dilakukan. (2)

Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer. (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)

Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)

II.1 Macam-macam Anestesi Lokal Pada Maksila : (4)

Anestesi Gigi Geligi Permanen

Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama diinervasi oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil dari saraf yang sama akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah molar dan mukoperiosteum yang melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari kanalis tulang, akan menimbulkan efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya. Teknik ini disebut blok gigi superior posterior.

Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih sering digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya memberikan efek anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteri-arteri kecil yang ada di daerah ini.

Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk menganastesi struktur-struktur tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang mensuplai premolar kedua. (4)

Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen

Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf gigi superior anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung dengan saraf infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus sentral, insicivus lateral atau kaninus dapat teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml larutan anestesi di dekat apeks gigi yang dituju. (4)

Anastesi Jaringan Palatal

Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi anterior atas dan prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung untuk membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui foramen insisivus dan kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea rah ganglion speno-palatina.

Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah molar dan premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah berjalan ke belakang di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara garis tengah palatun dan tepi gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen palatine besar. Saraf kemudian berjalan naik untuk bergabung dengan ganglion speno-palatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris.

Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah kaninus palatum dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal mempunyai konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik ini menyebabkan suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih besar dari biasa untuk mendepositkan larutan anestesi local. Karena itulah, pasien harus diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal akan menimbulkan rasa tidak enak namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat diperkecil dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah ke tulang dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang hebat dank arena itu, suntikan ini sebaiknya dihindari. (4)

Anastesi Gigi-gigi Susu

Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terpeforasi oleh saluran vaskular. Untuk alas an inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam menentukan panjang akar dan insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan.

Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang digunakan untuk prosedur pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut.

Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum diinsersikan dari aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi jaringan gingival yang melekat pada periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus tetap berada pada papilla dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anastesi local didepositkan perlahan sampai mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah kecil larutan anastesi yang didepositkan dengan cara ini akan memberikan efek anastesi yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau suntikan intraligamental. (4)

Suntikan Infraorbital

Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi regional umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan sangat bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi besar pada daerah insisivus dan kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi gigi anterior dimana teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan.

Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan pada orifice foramen infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior anterior dan superior tengah, menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan premolar serta struktur pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai ganglion speno-palatina dan menganastesi lingkaran saraf dalam, namun seringkali masih diperlukan suntikan palatum tambahan.

Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital. Teknik infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di luar lapang pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan infraorbital, kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas foramen infraorbital. Dengan tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat digunakan untuk membuka bibir atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik. (4)



II.2 Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila

II.2.1 Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior

Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut.

Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus atau foramen incisivum. (2)

II.2.2 Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior

Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum didistal molar terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45º, memungkinkan deposisi larutan 1,5 ke permukaan disto bukkal maxilla. (2)

Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. (2)

Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu
Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.
Jaringan ikat dan membran mukosa

Anatomi landmarks : (2)

Lipatan zygomatikus pada maxilla
Processus zygomatikus pada maxilla
Tuberositas maxilla
Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.

Tekniknya : (2)

Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter
Operator berdiri sebelah kanan depan
Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan penderita, kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah posterior gigi premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticus
Lengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90º terhadap oklusal plane gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45º bidang sagital penderita. Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita dalam keadaan setengah tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat ditarik kelateral posterior
Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum
Ambil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu
Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam ½-¾ inch
Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-lahan sebanyak 1,5 cc.

II.2.3 Blok Nervus Intra Orbital

Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi. Dengan ujung jari tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum dimasukkan jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris dengan sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan analgesic didepositkan . pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik jari pertama bila letak ujung jarum, tepat. Biarkan keadaan ini selama 3 menit, untuk memastikan diperolehnya analgesia yang memadai. (2)

Saraf yang teranestesi : (2)

Nervus alveolaris superior, anterior dan medium
Nervus infra orbital
Nervus palpebra inferior
Nervus nasalis lateralis
Nervus labialis superior



Daerah yang teranestesi : (2)

Gigi incisivus sampai premolar
Akar mesio bukkal dari molar satu
Jaringan pendukung dari gigi tersebut
Bibir atas dan kelopak atas
Sebagian hidung pada sisi yang sama

Anatomi Landmark : (2)

Infra orbital ridge
Supra orbital notch
Gigi anterior dan pupil mata

Tekniknya : (2)

Intra oral approach
Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas membentuk 45º dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke arah depan
Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata ke infra orbital dan gigi premolar dua rahang atas
Bila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira ½ cm, disinilah akan kita temukan suatu cekungan dimana letaknya foramen infra orbital
Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada tempat foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola mata
Bibir atas diangkat dengan ibu jari
Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atas
Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch
Jarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang telah dibuat. Untuk mengurangi rasa sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan, kemudian jarum tersebut diteruskan secara perlahan-lahan, hingga mencapai foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada foramen tersebut.
Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1½ cc (jumlah larutan tersebut tergantung dari kebutuhan) (2)

b. Extra oral approach :

Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.

Tekniknya : (2)

Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral approach)
Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk mencegah kemungkinan bahaya untuk mata
Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita memasukkan jarum dengan membuat sudut 45º, dan jarum tersebut diluncurkan sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum dimasukkan melalui papila nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia cukup cepat.

II.2.4 Blok Nervus Naso Palatinus

Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan.(2)

Anatomi Landmark : (2)

Incisivus papilla
Incisivus centralis

Tekniknya : (2)

Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang pertama harus disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum tersebut diluncurkan dalam arah paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam garis median.
Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.
Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf keluar dari foramen palatina besar.
Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat dikeluarkan.

II.2.5 Blok Nervus Palatinus Anterior

Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar(2)

Anatomi Landmark : (2)

Molar dua dan tiga maxilla
Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla
Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah garis tengah palatum.

Indikasi : (2)

Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga
Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum.

Tekniknya : (2)

Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median
Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan)
Sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinal
Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.

































BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Teknik-teknik anastesi blok pada maksila : (3)

Injeksi Zigomatik

Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venosus pterygoideus.

Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karen itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major. (3)

Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen ini terletak tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangna dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk kedalam foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan.

Beberapa operator menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada titik refleksi tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.

Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer pada siringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi. Pada waktu jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada foramen infraorbitale jika garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan. (3)

Injeksi N. Nasopalatinus

Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan yang akan dilalui jarum.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Meskipun demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid dengan maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang. (3)

Injeksi Nervus Palatinus Major

Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus (foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan. (3)

Injeksi Sebagian Nervus Palatinus

Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.

Kadang-kadang bila injeksi upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan n.palatinus major. (3)

IV.2 Kegagalan Anatesia(5)

Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan injeksi anestetikum lokal. Beberapa mengkin gagal sama sekali, sedangkan lainnya hanya pada injeksi atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi individual dalam menerima efek obat-obatan tertentu. Pada pasien yang peka terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil anestetikum saja sudah dapat berdifusi dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang kuat pada daerah yang luas, sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan larutan yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama.

Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak merasa takut. Anomali inervasi nervus atau variasi bentuk dan kepadatan tulang juga dapat menghambat usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang layak. Kurangnya pengetahuan mengenai anatomi bisa mengakibatkan teknik anetesi yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya menimbulkan kegagalan.

Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi maksimal, merupakan penyebab kegagalan pada beberap kasus. Operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan diperoleh, akan memberikan hasil akhir yang meragukan. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi kronis tidak mudah dianestesi.(5)

Pada injeksi n.mentalis, kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen mentale atau jika n.lingualis atau nn.cervicales superficiales tidak teranestesi.































BAB III

PENUTUP



I.1 KESIMPULAN

Anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh.

Anestesi blok berfungsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)

Kemudian, Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari pusat perifer. (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)

I.2 SARAN

Buat dosen pembimbing diharapkan memberikan penjelasan yang lebih, pada tiap-tiap teknik dari anastesi blok terutama pada maksila karena kami sebagai mahasiswa masih kurang memahami dan hanya sedikit mendapatkan referensi mengenai teknik-teknik blok anestesi local pada maksila.





DAFTAR PUSTAKA



Abdullah Fadillah. Teknik-teknik anestesi local. 2007.
Rughaidah. Teknik anestesi local gow gates dan citoject. 1994
Purwanto, drg. Petunjuk praktis anestesi local. 1993. Penerbit buku kedokteran. Jakarta: EGC
Howe, Geoffrey L. Anestesi local. 1994. Jakarta : Hipokrates

Senin, Mei 31, 2010

REKAM MEDIS DAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN PRIMER (PUSKESMAS)

ABSTRAK
Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas ,
anamnesa,penentuan fisik , laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik
yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap , rawat jalan maupun
yang mendapatkan pelayanan gawat darurat 1.
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas , tidak hanya sekedar kegiatan
pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam
medis yaitu mulai pencatatan selama pasien mendapatkan pelayanan medik , dilanjutkan
dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan/peminjaman
apabila dari pasien atau untuk keperluan lainnya 1
Rekam medis mempunyai 2 bagian yang perlu diperhatikan yaitu bagian pertama
adalah tentang INDIVIDU : suatu informasi tentang kondisi kesehatan dan penyakit pasien
yang bersangkutan dan sering disebut PATIENT RECORD, bagian kedua adalah tentang
MANAJEMEN: suatu informasi tentang pertanggungjawaban apakah dari segi manajemen
maupun keuangan dari kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan 2
Rekam medis di Puskesmas merupakan salah satu sumber data penting yang nantinya
akan diolah menjadi informasi . Pengisian rekam medis di Puskesmas dimulai di Unit
Pendaftaran, identitas pasien dicatat di kartu atau status rekam medis dan selanjutnya pasien
beserta kartu atau status rekam medisnya dibawa ke Ruang Pemeriksaan. Oleh tenaga
kesehatan, pasien tersebut dianamnesia dan diperiksa serta kalau dibutuhkan dilakukan
pemeriksaan penunjang. Akhirnya dilakukan penegakkan diagnosa dan sesuai
kebutuhan,pasien tersebut diberi obat atau tindakan medis lainnya. Ke semua pelayanan
kesehatan ini dicatat dalam kartu atau status rekam medis. Setiap tenaga kesehatan yang
melakukan pelayanan kesehatan dan atau tindakan medis harus menuliskan nama dan
membubuhi tandatangannya kartu atau status rekam medis tersebut. Semua kegiatan ini
merupakan kegiatan bagian pertama rekam medis (PATIENT RECORD). Setelah melalui ini
semua, pasien dapat pulang atau dirujuk. Namun demikian kegiatan pengelolaan rekam medis
tidak berhenti. Kartu atau status rekam medis dikumpulkan, biasanya kembali ke Ruang
Pendaftaran untuk dilakukan kodeing penyakit dan juga pendataan di buku-buku register
harian yang telah disediakan. Setelah diolah, kartu atau status rekam medis dikembalikan ke
tempatnya di Ruang Pendaftaran agar lain kali pasien yang sama datang, maka kartu atau
status rekam medisnya dapat dipergunakan kembali.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan bagian kedua rekam medis yaitu
MANAJEMEN berupa rekapitulasi harian, bulanan, triwulanan, semester dan tahunan dari
informasi yang ada di kartu atau status rekam medis pasien yaitu Laporan Bulanan yang
harus dilakukan oleh Puskesmas (LB1:Data Kesakitan , berasal dari kartu atau status rekam
medis pasien ; LB2: Data Obat-obatan ; LB3: Gizi, KIA, Immusasi , P2M dan LB4: Kegiatan
Puskesmas , Laporan Bulanan Sentinel (SST) dan Laporan Tahunan (LSD1: Data Dasar
Puskesmas , LSD2: Data Kepegawaian , LSD3 :Data Peralatan).Seluruh laporan tersebut
merupakan fakta yang digunakan untuk proses perencanaan Puskesmas demi menunjang
peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam bentuk sistem informasi kesehatan .
Kata kunci: Rekam medis, laporan, sistem informasi kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI., Pedoman Sistem Pencatatan Rumah Sakit (Rekam
medis/Medical Record , 1994
2. World Health Organization, Medical Records Manual , A Guide for Developing
Countries, 2006
3. Departemen Kesehatan RI , Pedoman Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu
Puskesmas , 1981
4. Departemen Kesehatan RI , Pedoman Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas, 1993
5. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
(SP3), batasan operasional dan petunjuk pengisian, 2002
6. AbouZahr1, Carla & Boerma1,Ties . Health information systems: the foundations of
public health in Bulletin of the World Health Organization August 2005, 83 (8)
7. Kuliah ” Medical Record and Health Information System “ , dr. Diah Poerwanti P.,
MKes
8. Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, 2004
9. Departemen Kesehatan RI , Indikator Indonesia Sehat 2010 & Pedoman Penetapan
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat , 2003

Oleh: Sharon Gondodiputro,dr.,MARS
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung

note : untuk artikel lengkapnya silahkan kirim pesan pada email saya alfa_revias@yahoo.com

Sabtu, Mei 29, 2010

Obat Alami Atasi Sakit Gigi

Anda pernah merasakan derita sakit gigi? Sakit gigi sering dianggap penyakit sepele, terutama bagi orang yang belum pernah menderita sakit gigi.
Sakit gigi memang bukan merupakan penyakit berat dan mematikan seperti halnya kanker atau tumor. Namun akibat yang ditimbulkan sakit gigi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Meski bagian tubuh yang terserang sakit adalah gigi, tetapi dampaknya menimpa pada [...]

Anda pernah merasakan derita sakit gigi? Sakit gigi sering dianggap penyakit sepele, terutama bagi orang yang belum pernah menderita sakit gigi.

Sakit gigi memang bukan merupakan penyakit berat dan mematikan seperti halnya kanker atau tumor. Namun akibat yang ditimbulkan sakit gigi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Meski bagian tubuh yang terserang sakit adalah gigi, tetapi dampaknya menimpa pada organ tubuh lain seperti sakit kepala susah tidur, cepat marah, dan lain-lain.

Sering kali kesehatan gigi kurang mendapat perhatian serius dan tatkala terserang sakit gigi barulah disadari betapa pentingnya arti kesehatan gigi. Gigi merupakan alat penting bagi manusia untuk membantu pencernaan makanan.

Pada umumnya gangguan penyakit gigi yang banyak dikeluhkan masyarakat kita di antaranya adalah karies gigi (plak), kerusakan jaringan ikat akar gigi (periodonsium), kerapuhan gigi (flurosis) dan gigi berlubang.

Karies gigi dan gangguan gigi berlubang merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling umum dan terbesar luas di sebagian penduduk dunia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di eropa, Amerika, dan Asia disimpulkan 90-100 persen anak-anak di bawah usia 18 tahun terserang karies gigi. Namun pada saat ini banyak orang dewasa yang terserang penyakit karies gigi tersebut.

Timbulnya karies disebabkan oleh beberapa faktor diantarannya, adanya mikroorganisme streptocacus mutans atau kuman yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang yang mengleuarkan toksin (racun), cairan saliva dan air liur, sisa-sisa makanan yang terselip pada gigi dan gusi terutama makanan yang mengandung karbohiodrat dan makanan yang lengket seperti coklat dan biskuit.

Permukaan dan bentuk gigi yang tidak teratur dapat mengakibatkan sisa-sisa makanan terselip dan bertahan sehingga produksi asam oleh bakteri berlangsung cepat dan mengakibatkan terjadinya pembusukan gigi yang memicu timbulnya karies gigi.

Gejala timbulnya karies gigi ditandai dengan permukaan yang kasar dan terdapat noda-noda putih atau kecoklatan pada permukaan gigi. Pada kondisi yang parah, gigi menjadi berlubang dan timbul spontan tetapi berjalan melalui proses yang panjang. Penyakit karies gigi banyak dialami oleh masyarakat saat ini.

Latar belakang timbulnmya karies gigi antara lain kurangnya perhatian masyarakat atau pribadi akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut serta didorong pola konsumsi bahan makanan yang dapat memicu timbulnya serangan karies gigi.

Gangguan flourosis disebabkan oleh penggunaan fluroide yang berlebihan pada masa pembentukan gigi dan hal tersebut biasanya terjadi tanpa disadari. Timbulnya gangguan plurosis ini biasanya terjadi ditandai dengan adanya garis putih kecil pada email yang secara terus-menerus menyerang seluruh lapisan email gigi. Jika kondisinya sudah parah, lapisan email gigi berubah warna menjadi putih seperti kapur dan secara bertahap hingga gigi akhirnya rapuh dan akan patah.

Kiat mencegah timbulnya pluorosis, jangan terlalu sering/banyak menggunakan fluoride untuk mengatasi karies gigi (gigi berlubang). Dianjurkan banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung kalsium, seperti kacang kedelai, sayuran hijau, dan minyak wijen serta mengkonsumsi susu yang mengandung kalsium tinggi.

Gangguan peridonsium menyerang jaringan di sekeliling gigi yang terjadi pada pertemuan dental plague (plak gigi) dengan gusi. Gangguan ini disebabkan oleh toksin dan enzim yang dihasilkan kuman yang ada pada plak gigi. Kuman tersebut selanjutnya merembes ke luar dari lapisan plak gigi dan akhirnya masuk ke dalam jaringan gusi sehingga timbul iritasi, peradangan (implamasi) dan kerusakan jaringan.

Akibatnya jaringan tersebut diserang oleh bakteri lain yang menimbulkan infeksi pada alat gigi dan merusak ligamentum periodensium. Akibatnya, gigi menjadi goyah dan akhirnya tanggal lebih dini.

Terapi alamiah mengatasi sakit gigi, yaitu gunakan 10 Butir cengkeh disangrai lalu ditumbuk hingga menjadi bubuk, kemudian bubuk cengkeh dimasukkan ke dalam gigi yang berlubang lalu ditutup dengan kapas. Barang putih secukupnya ditumbuh hingga halus kemudian ditempelkan pada gigi yangberlubang.

source : http://www.pdgi-online.com


 

My Blog List

Follower

Revias Clinics Copyright © 2009 Premium Blogger Dashboard Designed by SAER